Wednesday, December 22, 2010

Jangan Jadi Tukang Jahit : Refleksi RUU Akuntan Publik Indonesia

Krisis Moneter 1997-1998 merupakan shock terbesar yang pernah terjadi dalam perekonomian Indonesia, selain masa-masa gelap perekonomian orde lama di jaman Soekarno. Runtuhnya perekonomian disebabkan lemahnya pondasi perekonomian Indonesia yang diterpa badai krisis perekonomian yang berkecamuk di Asia. Perusahaan-perusahaan perbankan hancur, puluhan bank pun dilikuidasi sebagian di merger. 

Bila kita telisik lebih dalam maka kita akan menemukan sedikit keterlibatan atau andil Akuntan Publik dalam hancurnya perekonomian Indonesia. Yah, sudah rahasia umum kalau sebagian Akuntan Publik beroperasi layaknya tukang jahit. Yaitu berusaha memenuhi pesanan opini dari klien yang membayar mereka. 

RUU akuntan publik yangs sedang digodok di DPR, mengusulkan adanya ancaman pidana bagi Akuntan Publik yang operasinya seperti ini yaitu pasal 63 dan 64. Pasal 63 ayat (1) RUU Akuntan Publik mengatakan, Akuntan Publik yang melakukan atau membantu memanipulasi data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan, dan dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan kertas kerja dan/atau dokumen lain yang berkaitan dengan pemberian jasanya, serta memberikan pernyataan yang tidak benar atau memberikan dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan atau memperpanjang izin Akuntan Publik, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 juta.
 
Ayat (2) pasal yang sama menyatakan, Akuntan Publik yang dengan sengaja tidak mematuhi dan tidak melaksanakan Standar Profesional Akuntan Publik serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa yang diberikan dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta. Sedangkan, Pasal 64 menyatakan apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan oleh Pihak Terasosiasi maka dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Sebenarnya isi RUU itu adalah dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat dan negara dari moral hazard yang kerap dilakukan oleh profesi akuntan publik. Yah, itu adalah punishment yang layak bagi para tukang jahit. Kalau nggak mau kena delik pasal itu, pilihannya sangat jelas. …Akuntan Publik jangan kayak tukang jahit.

 

No comments:

Post a Comment