Wednesday, December 22, 2010

Jangan Jadi Tukang Jahit : Refleksi RUU Akuntan Publik Indonesia

Krisis Moneter 1997-1998 merupakan shock terbesar yang pernah terjadi dalam perekonomian Indonesia, selain masa-masa gelap perekonomian orde lama di jaman Soekarno. Runtuhnya perekonomian disebabkan lemahnya pondasi perekonomian Indonesia yang diterpa badai krisis perekonomian yang berkecamuk di Asia. Perusahaan-perusahaan perbankan hancur, puluhan bank pun dilikuidasi sebagian di merger. 

Bila kita telisik lebih dalam maka kita akan menemukan sedikit keterlibatan atau andil Akuntan Publik dalam hancurnya perekonomian Indonesia. Yah, sudah rahasia umum kalau sebagian Akuntan Publik beroperasi layaknya tukang jahit. Yaitu berusaha memenuhi pesanan opini dari klien yang membayar mereka. 

RUU akuntan publik yangs sedang digodok di DPR, mengusulkan adanya ancaman pidana bagi Akuntan Publik yang operasinya seperti ini yaitu pasal 63 dan 64. Pasal 63 ayat (1) RUU Akuntan Publik mengatakan, Akuntan Publik yang melakukan atau membantu memanipulasi data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan, dan dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan kertas kerja dan/atau dokumen lain yang berkaitan dengan pemberian jasanya, serta memberikan pernyataan yang tidak benar atau memberikan dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan atau memperpanjang izin Akuntan Publik, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 juta.
 
Ayat (2) pasal yang sama menyatakan, Akuntan Publik yang dengan sengaja tidak mematuhi dan tidak melaksanakan Standar Profesional Akuntan Publik serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa yang diberikan dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta. Sedangkan, Pasal 64 menyatakan apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan oleh Pihak Terasosiasi maka dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Sebenarnya isi RUU itu adalah dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat dan negara dari moral hazard yang kerap dilakukan oleh profesi akuntan publik. Yah, itu adalah punishment yang layak bagi para tukang jahit. Kalau nggak mau kena delik pasal itu, pilihannya sangat jelas. …Akuntan Publik jangan kayak tukang jahit.

 

Sunday, December 19, 2010

Garuda Di Dadaku

Saya teringat, pengalaman beberapa tahun yang lalu, ketika saya baru menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan diterima di sebuah SMP Negeri di daerah saya, satu pekan pertama kami harus mengikuti penataran P4. Yah, kami dipaksa oleh penguasa untuk menelan bulat-bulat konsep sempit Pak Harto tentang bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Selesai SMP dan saat melanjutkan ke SMA lalu peristiwa itu terjadi lagi. P4 faktanya hanya sebuah cara-cara artifisial untuk menjiwai sebuah nilai-nilai luhur tentang bangsa yang cinta kejujuran, kesetiaan, kebersamaan, kerja keras bahkan pengorbanan. Sementara fakta yang dilihat oleh seluruh rakyat memperlihatkan penguasa yang diimami Pak Harto tampak sangat korup, picik dan dzalim pada rakyatnya. 

Usaha penguasa untuk mencekoki rakyat dengan sebuah nilai perjuangan namun tidak disertai dengan sikap jujur dan ketulusan terus berlanjut. Penguasa membuat kurikulum pendidikan sekolah baru dengan memasukan pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) sebagai pelajaran wajib di bangku sekolah. PSPB tak lebih dari upaya penguasa untuk meracuni anak bangsa untuk meyakini sebuah nilai-nilai yang absurd dari sebuah kisah-kisah perjuangan yang menipu anak bangsa. Mereka, penguasa, berbohong tentang G30SPKI, Timor Timur dan kisah-kisah lainnya. 

Kini saya merasakan berbeda. 25 tahun setelah kepalsuan-kepalsuan itu (mungkin ada yang merasakan 32 tahun), saya melihat sebuah pelajaran yang luar biasa tentang nasionalisme dan patriotisme. Laga Timnas Indonesia dalam kejuaraan sepak bola Federasi Sepakbola ASEAN (AFF) menunjukkan segalanya. Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti kejujuran, kesetiaan kebersamaan, kerja keras dan pengorbanan muncul di tengah masyarakat seiring dengan prestasi Timnas Indonesia di laga kejuaraan sepakbola AFF. Semangat nasionalisme dan patriotisme kini mengental dan mencelup seluruh jiwa bangsa Indonesia. Seluruh rakyat kini bangga dengan Indonesia. Rakyat rela berkorban apa saja demi mendukung kesuksesan Indonesia yang direpresentasikan oleh Timnas sepak bola. Tidak pake P4 yang munafik, tidak pake PSPB yang menipu, kini rakyat siap mendukung Indonesia sampai ke puncak pencapaian. Garuda didadaku… garuda kebanggaanku….

 

Friday, December 17, 2010

Download Page

  1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas LKPD [pdf]
  2. Peraturan Pemerintah No.71/2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah [pdf] 

Gangguan terhadap Independensi dan Obyektivitas Auditor

Prinsip utama yang harus dipegang oleh seorang auditor dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor yang profesional adalah independen dan obyektif. Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat bekerja sama dengan auditi dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian, APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditi terutama dalam saling memahami diantara peranan masing-masing lembaga.
APIP dan para internal auditornya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, kesimpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil audit dan atau pengawasan lainnya yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak ketiga. Internal auditor harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga yang mengetahui fakta dan keadaan yang relevan menyimpulkan bahwa internal auditor tidak dapat mempertahankan independensinya sehingga tidak mampu memberikan penilaian yang obyektif dan tidak memihak terhadap semua hal yang terkait dalam melaksanakan dan melaporkan pekerjaannya.
Standar Audit APIP :
"Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya"

Internal auditor perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan yang bersifat pribadi, gangguan yang bersifat ekstern, dan atau gangguan yang bersifat organisatoris. Apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan internal auditor secara individu dalam melaksanakan tugasnya secara tidak memihak, maka internal auditor tersebut harus menolak penugasan. Dalam keadaan internal auditor yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil audit dan atau pengawasan lainnya.
  1. Gangguan pribadi dari internal auditor secara individu meliputi antara lain:
    1. Keluarga langsung atau anggota keluarga dekat yang merupakan pimpinan atau pejabat dari entitas yang diaudit, atau sebagai pegawai dari entitas yang diaudit, dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan terhadap entitas atau program yang diaudit.
    2. Prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan audit dan atau pengawasan lainnya menjadi berat sebelah.
    3. Pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atau pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau program entitas yang sedang berjalan atau sedang diaudit.
    4. Kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau sosial, sebagai akibat hubungan antar pegawai, kesetiaan kelompok, organisasi atau tingkat pemerintahan tertentu.
    5. Pelaksanaan audit dan atau pengawasan lainnya oleh seorang internal auditor, yang sebelumnya pernah sebagai pejabat yang menyetujui bukti, daftar gaji, klaim, dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas atau program yang diaudit.
    6. Pelaksanaan audit dan atau pengawasan lainnya oleh seorang internal auditor, yang sebelumnya pernah menyelenggarakan catatan akuntansi resmi atas lembaga/unit kerja atau program yang diaudit.
  2. Gangguan yang bersifat ekstern bagi APIP dapat membatasi pelaksanaan pengawasan atau mempengaruhi kemampuan internal auditor dalam membuat kesimpulan hasil pengawasannya secara independen dan obyektif. Independensi dan obyektivitas pelaksanaan suatu pengawasan dapat dipengaruhi apabila terdapat:
    1. Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup audit dan atau pengawasan lainnya secara tidak semestinya.
    2. Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur audit dan atau pengawasan lainnya atau pemilihan sampel audit .
    3. Pembatasan waktu yang tidak wajar untuk penyelesaian suatu audit dan atau pengawasan lainnya.
    4. Campur tangan pihak luar APIP mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi staf pelaksanaan audit dan atau pengawasan lainnya.
    5. Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi APIP, yang dapat berdampak negatif terhadap kemampuan APIP tersebut dalam melaksanakan audit dan atau pengawasan lainnya.
    6. Wewenang untuk menolak atau mempengaruhi pertimbangan internal auditor terhadap isi suatu laporan hasil audit dan atau pengawasan lainnya.
    7. Ancaman penggantian internal auditor atas ketidaksetujuan dengan isi laporan hasil audit dan atau pengawasan lainnya, kesimpulan internal auditor, atau penerapan suatu prinsip akuntansi atau kriteria lainnya.
    8. Pengaruh yang membahayakan kelangsungan internal auditor sebagai pegawai, selain sebab-sebab yang berkaitan dengan kecakapan internal auditor.
  3. Gangguan yang bersifat organisatoris
    Independensi APIP dapat dipengaruhi oleh kedudukannya dalam struktur organisasi pemerintahan. Untuk membantu terciptanya independensi secara organisasi, APIP bertanggung jawab kepada pejabat tertinggi dalam lembaga atau entitas Pemerintah yang bersangkutan tanpa ada tekanan atau pengaruh politik apapun. Independensi APIP tersebut akan semakin kuat, apabila hasil audit dan atau pengawasan lainnya secara teratur juga disampaikan kepada instansi/lembaga Pemerintah yang berwenang, legislatif, dan eksternal auditor.
APIP dan internal auditornya mungkin menghadapi berbagai keadaan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap independensi. Oleh karena itu APIP harus mempunyai sistem pengendalian mutu internal yang dapat mengidentifikasi gangguan tersebut dan memastikan ketaatannya terhadap ketentuan independensi yang dituangkan dalam suatu piagam atau internal audit charter yang pada prinsipnya merupakan komitmen dari Menteri/Pimpinan LPNK/Kepala Daerah untuk memberikan jaminan bahwa penyelenggaraan pengawasan intern oleh APIP telah memenuhi prinsip independen dan obyektif. Sehingga tidak  ada lagi kesan  Menteri/Pimpinan LPNK/Kepala Daerah melemahkan fungsi APIP secara struktural.

    Sunday, December 12, 2010

    Peringkat Korupsi Indonesia Masih (Tetap) Tinggi

    Perang terhadap korupsi di Indonesia tampaknya masih belum memberikan hasil yang memuaskan sampai dengan akhir tahun 2010 ini. Di awal Maret 2010, hasil survei bisnis yang dirilis Political & Economic Risk Consultancy atau PERC, Senin (8/3/2010), menyebut Indonesia sebagai salah satu bintang negara emerging markets ternyata merupakan negara terkorup dari 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik.

    Survei yang melibatkan 2.174 orang eksekutif tingkat menengah dan senior di Asia, Australia, dan Amerika Serikat ini melihat bagaimana korupsi berdampak pada berbagai tingkat kepemimpinan politik dan pamong praja serta lembaga-lembaga utama. Survei ini juga mencakup penelitian tentang pengaruh korupsi terhadap lingkungan bisnis secara keseluruhan. Posisi Indonesia di atas negara-negara Asia Pasifik lainnya. Negara-negara di bawah Indonesia adalah Kamboja, kemudian Vietnam, Filipina, Thailand, India, China, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Makao, Jepang, Amerika Serikat, Hongkong, Australia. Namun yang cukup aneh adalah Singapura, negara pelindung koruptor-koruptor yang lari dari Indonesia didudukan PERC sebagai negara yang paling bersih.

    Di akhir tahun 2010, Transparency International Ranking 2010 yang disampaikan Asian Forum for Human Rights and Development, Indonesia berada pada peringkat 110 indeks persepsi korupsi, dari 200 negara di seluruh dunia. Indonesia bersama 20 negara Asia lainnya merupakan 21 negara di Asia yang berada di peringkat ratusan. Laporan Transparency International Ranking 2010 juga menempatkan Myanmar sebagai negara terkotup di Asia. Dan yang cukup aneh survey ini pun (kembali) menempatkan Singapura sebagai negara yang cukup bersih dalam permasalahan korupsi ternyata Singapura.

    PR Besar bagi APIP

    Tindakan korupsi biasanya dilakukan oleh pihak eksekutif. Bentuknya tidak hanya berupa pengerukan uang untuk kepentingan pribadi, tetapi juga bisa berbentuk penyalahgunaan wewenang. PP 60 tahun 2008 tentang SPIP telah mengamanatkan pada APIP, bahwa salah satu tugas APIP dalam penyelenggaraan pengawasan intern adalah pencegahan korupsi. Hasil survey PERC dan Tranparency International telah menunjukkan Indonesia termasuk negara-negara terkorup di Asia. Dengan demikian tampak jelas bahwa pekerjaan rumah bagi APIP dalam hal pemberantasan korupsi masih sangat besar. Siapkah?

    IA-CM : Struktur dan Level Kapabilitas Internal Audit pada Sektor Publik

    Model Kapabilitas Pengawasan Intern atau Internal Audit Capability Model IA-CM adalah suatu kerangka kerja yang mengindentifikasi aspek-aspek fundamental yang dibutuhkan untuk pengawasan intern yang efektif di sektor publik. IA-CM menunjukkan langkah-langkah untuk maju dari tingkat pengawasan intern yang kurang kuat menuju kondisi yang kuat, efektif, kapabilitas pengawasan intern umumnya terkait dengan organisasi yang lebih matang dan kompleks.


    Struktur IA-CM
    IA-CM adalah suatu kerangka kerja untuk memperkuat atau meningkatkan pengawasan intern melalui langkah evolusi kecil. Langkah-langkah yang telah disusun menjadi lima tingkat kemampuan progresif. Model ini menggambarkan tahap-tahap di mana kegiatan pengawasan intern yang dilaksanakan APIP dapat berkembang dalam menentukan, menerapkan, mengukur, mengendalikan dan meningkatkan proses dan prakteknya.
    Perbaikan dalam proses dan praktek pada setiap tahap memberikan dasar untuk maju ke tingkat kapabilitas berikutnya. Sebuah rumusan fundamental yang mendasari IA-CM adalah bahwa proses atau praktek tidak dapat ditingkatkan jika tidak dapat diulang.


    Tingkat Kapabilitas
    Di dalam konsep IA-CM terdapat lima tingkat kapabilitas yaitu :
    1. Initial
    2. Infrastructure
    3. Integrated
    4. Managed
    5. Optimizing



    Setiap tingkat kapabilitas menggambarkan karakteristik dan kapabilitas suatu APIP pada tingkatan tersebut. Sesuai dengan ukuran atau kompleksitas sebuah Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah atau risiko yang terkait dengan meningkatnya kegiatan, maka membutuhkan kapabilitas pengawasan intern yang lebih baik lagi. Model ini mencoba untuk mencocokkan sifat dan kompleksitas organisasi dengan kemampuan audit internal yang diperlukan untuk mendukungnya. Dengan kata lain, jika organisasi memerlukan tingkat yang lebih besar kecanggihan dalam praktik audit internal, kegiatan pengawasan intern biasanya akan berada pada tingkat kapabilitas yang lebih tinggi. Tingkat kapabilitas pengawasan intern seringkali terkait dengan struktur tata kelola organisasi di mana ia berada.

    Saturday, December 11, 2010

    Kongres Akuntan Indonesia, saat Etika dan Integritas Seperti Terabaikan

    Jumat, tanggal 10 Desember 2010, adalah rangkaian terakhir dari hajatan IAI tahun 2010. Agenda yang penting pada hari itu adalah pemilihan Ketua DPN IAI Tahun 2010-2014. Dari jauh-jauh hari, saya sudah diingatkan banyak teman agar dapat hadir di perhelatan akbar tersebut. Namun apa boleh buat, pada hari itu saya tidak dapat memenuhi harapan teman-teman untuk hadir di acara tersebut, karena sudah sejak hari Kamis sore, rasa sakit kepala (pusing) datang. Akibat seharian di hari Kamis, saya mengikuti acara outbond di wilayah perbukitan di Gadog, Bogor.
    Walau tidak hadir di acara pemilihan Ketua DPN IAI tersebut, saya berusaha mengikuti perkembangan dengan memantau status facebook teman-teman yang hadir disana. Dan hasilnya akhir menghasilkan Ketua DPN IAI baru yaitu Profesor Mardiasmo, Kepala BPKP saat ini. Namun demikian, hasil penelusuran saya di dunia maya ternyata menemukan sebuah tulisan yang cukup mengagetkan saya. Di halaman kompasiana ada sebuah tulisan yang ditulis Kamira Sanjaya yang mengkritik suasana pemilihan Ketua DPN IAI di Hotel Kempinski itu. Benar tidaknya saya tidak tahu, karena memang saya tidak hadir disana. Inilah tulisan yang mengkritik suasana pemilihan tersebut :


    Kemarin, saya sengaja diminta seorang kawan untuk datang ke hajatan besar profesi akuntan bernama Kongres Ikatan Akuntan Indonsia (IAI). Acaranya mengambil tempat di sebuah hotel ternama dekat bunderan HI. Sesampainya di lokasi, kawan saya diminta meng-update keanggotaannya, untuk beroleh kalung peserta sekaligus pemilih. Yah hitung-hitung bayar tiket masuk ujarnya, saat dimintai uang iuran. Yang bikin saya berkernyit dahi, bukan soal uang iurannya semata yang nilainya lumayan. Tapi juga banyaknya antrean pendaftaran baru maupun pembaruan keanggotaan.Apa gerangan yang menjadikan mrereka sebegitu antusias ikut kongres IAI dan rela keluar ratusan ribu Rupiah ? Tak mungkin hanya sekedar mencari santap siang dan coffe break di hotel bintang lima. Tamu artis ternama pun tak ada. Yang terlihat cukup mencolok justru ratusan orang berbaju batik lengan pendek layaknya seragam PNS atau pegawai BUMN di hari Jumat.Cukup lama saya mengamati kondisi yang mengusik nalar sehat itu. Keheranan saya terjawab saat mendengar obrolan diantara sebagian peserta. Orang-orang berkostum batik tadi ternyata sengaja digerakkan oleh kantornya untuk mendukung kandidat Ketua atau Anggota Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI. Alamak…PNS dan pegawai BUMN yang semestinya di jam kantor melakukan tugas negara ternyata malah kluyuran untuk "urusan" profesi pribadi pimpinannya.

    Salah seorang diantara mereka akhirnya buka suara. Dia dan ratusan temannya yang berprofesi Auditor pemerintah/Negara "ditugaskan" untuk memenangkan sang pimpinan sebagai Ketua IAI. Tak lupa ditunjukkan isi SMS daftar nama kandidat yang diinstruksikan untuk dipilih. Saat saya tanya, kenapa mau terima instruksi seperti itu, dia hanya tersenyum sembari berujar "maklum mas, kami ini kan PNS yang harus taat pada instruksi pimpinan".
    Sontoloyo, batin saya. Kalian kan mengaku memiliki profesi yang terhormat, sebagai Akuntan. Hanya kebetulan saja bekerja di Pemerintahan. Tapi, kenapa sikapnya mirip rombongan pendemo bayaran di Bunderan HI yang terima saja perintah teriak-teriak dari pemberi order ? Di mana nalar kritis kalian ?
    Saking gemesnya saya iseng tanya lagi ke Akuntan plat merah ini "Mas, tahu ga kalau GOLKAR sudah bukan lagi pemenang Pemilu ?" Dia bilang tahu. "Tahu ga sekarang era reformasi ?" Jawabnya pun "tahu". Lantas kenapa masih mau disuruh-suruh pimpinan yang jelas tidak ada kaitan dengan tugas negara, apa dikasih duit ? "Ah,mana berani, Mas" ujarnya. Jadi kenapa ? "Mas kali lupa, kalau kami ini masih anggota KORPRI alias Korban Printah"..wuakakakak…pinter juga ngelesnya Akuntan ini.
    Selepas sholat Jumat, kasak kusuk menjelang pemilihan DPN IAI makin intensif. Terpampang sosok kandidat Ketua DPN "murah senyum" yang saat ini menjabat kepala lembaga pemerintahan non departemen urusan pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara. Di ujung lift, seorang gadis muda menyodorkan brosur kandidat muda yang menggotong jargon "reformasi". Masih ada lagi kandidat dari petinggi BUMN migas yang tidak ketinggalan membawa massanya sendiri.
    Beberapa diantara peserta berbatik terbersit kegundahan. Mereka merasa belum begitu mengenal sosok sang pimpinan, tapi sudah "diwajibkan" memilihnya. Demi alasan nama baik dan kebanggaan instansi kilahnya. Wuih enak betul ya. Lantas, bagaimana mereka yakin pimpinannya bakal kepilih? Enteng mereka berujar "kami peserta terbanyak di kongres ini mas". Memang berapa banyak rombongan kalian, saya bertanya lagi. "ada lah bangsa 500-an".."belum lagi nanti dapat dukungan dari Auditor plat merah lain" imbuhnya.."siapa" ? tanya saya…"tuh ! ".
    Jarinya menunjuk ke arah peserta yang melintas sambil tergopoh-gopoh menenteng segepok kartu anggota baru berikut tanda peserta kongresnya. Ada juga yang sibuk mendata anggota rombongan yang belum memperoleh kartu anggota dan tanda peserta. Sekilas terlihat daftar nama pegawai yang didaftarkan sebagai anggota dari berbagai unit kerja di instansinya. Saya tidak tahu, apakah sekarang setiap instansi Pemerintah memang mewajibkan akuntannya ikut IAI. Setahu saya, profesi akuntan sifatnya perorangan. Bukan perkumpulan pegawai instansi swasta apalagi pemerintah. Tapi, bisa jadi sayalah yang ketinggalan informasi.
    Tak kuasa menahan penasaran, saya beranikan diri bertanya kepada mereka. "Kalau pegawai instansi seperti kalian, berapa bayar iurannya ?". Sambil cekikikan mereka nyahut.."kita dari kantor gratis koq Mas"..Busyet ! Tidak percaya dengan omongannya, saya menyambangi salah seorang Panitia.."koq mereka gratis tidak bayar iuran anggota ?".."oh mereka diurusin kantornya".."maksudnya (bener) dibayari kantornya ?".."ya gitu deh"…alamak…Enak betul ya jadi Akuntan Negara. Jadi anggota profesi pun bisa dibayari pakai duit negara..hehehe…
    Dari investigasi kecil-kecilan, saya akhirnya menemukan "benang merah" kehadiran rombongan akuntan-akuntan berbatik ini. Diantara mereka (ternyata) sudah ada pembicaraan di belakang layar untuk saling mendukung kandidatnya masing-masing. Sang Kepala, yang tidak pe-de menghadapi tokoh muda dan profesional BUMN, ternyata meminta bala bantuan dari koleganya sesama Akuntan plat merah.
    "There's no free lunch". Dukungan tadi tentu saja berbalas dukungan untuk sang kolega dapat menempatkan orangnya, meski hanya selevel Anggota DPN. Pokoknya mirip sekali dengan gaya partai politik yang mendukung pasangan capres/cawapres untuk berharap posisi anggota kabinet. Kalkulasi politik semcam itu bikin saya bingung. IAI ini isinya politisi atau profesional, sih ?
    Maka, saat sorenya Ketua IAI terpilih adalah Kepala lembaga non departemen dan anggota DPN bersuara terbanyak berasal dari akuntan lembaga tinggi negara, saya mafhum adanya. Tak mungkin perseorangan mampu "mendoktrin" ratusan Akuntan untuk bersuara sama, kalau dia tidak punya "alat paksa" bernama jabatan. Mana ada biaya untuk memobilisasi sekian banyak Akuntan untuk hadir serentak bagi seorang "freelancer" seperti kawan sayabila maju pemilihan, kalau tidak punya dukungan dana. Tak peduli andai kata dana yang dipakai itu bisa dikategorikan sebagai uang negara.
    Pada akhirnya saya merenung. Apakah keharusan untuk tertib memakai kewenangan dan uang negara hanya berlaku bagi para Auditee mereka ? Lantas, kalau kedua institusi tertinggi di bidang pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara tidak konsekuen dengan ajarannya, siapa yang bisa mengontrol ? Kalau pegawai Pemda keluyuran saat jam kantor ditangkap satpol PP, lalu siapa yang bakal menangkap ratusan Akuntan Negara yang siang ini keluyuran di hotel berbintang untuk kepentingan pribadi mereka sendiri?
    Sepulang dari kongres, kebanggaan teman saya terhadap organisasi profesinya mulai meluntur. Bagaimana bisa IAI mendapatkan tokoh pembaharu, kalau mekanisme pemilihan Ketua dan Anggota DPN-nya cenderung menguntungkan calon dari institusi yang memiliki akuntan bejibun, seperti BPK dan BPKP ? Apa akuntan di kedua institusi itu masih kurang sibuk, sehingga pejabatnya masih perlu tambahan kesibukan baru seraya rela untuk mengerahkan massa?
    Saya sendiri tidak anti dengan namanya Akuntan plat merah. Banyak diantaranya yang memiliki kemampuan mengagumkan. Tapi, apa artinya itu semua, kalau "mind set" mereka masih seperti layaknya PNS zaman Pak Harto, yang diperiintah apa saja manut ? Menikmati hidup dalam kekangan kemauan pimpinan, jadi "budak nafsu" atasan, layaknya olok-olok Korpri adalah "Korban Perintah" tadi?
    Peranan Akuntan non Pemerintah di IAI mestinya dioptimalkan. Sebagai alat kontrol "perilaku" Akuntan Pemerintah yang seringkali "abuse of power" alias mau menangnya sendiri. Tapi alih-alih jadi alat kontrol, yang terjadi adalah Akuntan Pemerintah justru makin mendominasi segala lini kebijakan akuntansi. Posisi sentral inilah yang pada akhirnya bisa beresiko terjadi "power tends to corrupt". Hanya berpindah waktu dan tempat, dari semula pagi di kantor instansi, menjadi sore/malam di kantor organisasi
    Masyarakat pantas khawawatir andai IAI lambat laun menjelma sebagai lembaga birokrasi baru. Struktur organisasi dilebarkan, bukan semata karena beban kerja. Melainkan untuk back up mengisi potensi kekosongan, karena anggota DPN ada yang sukses lompat posisi di pemerintahan/BUMN. Organisasi layaknya kendaraan penjangkau jabatan atau akses ke Pemerintahan. Selama kesempatan itu belum kesampaian, organisasi tetap bisa dipakai sarana mencari order kerja dan proyek. Dan tak lupa cantolan nama, koneksi pejabat, yang semuanya bernuansa "profit oriented".
    Tak terhitung suara nyinyir yang memandang IAI tak ubahnya lembaga penuh kepentingan. Dari sekedar kepentingan cari bahan skripsi sampai slentingan "nitip" standar akuntansi. Awalnya saya tak percaya, tapi pengalaman pribadi sulit rasanya melawan pandangan tadi.
    Dari proses pemilihan Ketua DPN IAI yang hari ini saya datangi, ada beberapa hal yang bisa menebarkan aroma perilaku tak beretika dan tak berintegritas, setidaknya :
    1.
    Peserta kongres tidak dibatasi masa pendaftaran keanggotaanprofesinya. Semestinya DPN IAI tidak membuka/menerima pendaftaran anggota baru menjelang atau pada saat kongres. Karena agenda utamanya memilih Ketua/Anggota DPN baru. Kebijakan ini perlu dilakukan untuk menghindari pemilih "dadakan" dan "siluman" yang rajin muncul pada saat pemungutan suara. Di pelaksanaan Pilkada hal ini sudah diterapkan, dengan adanya kebijakan untuk tidak menerbitkan KTP baru di masa-masa kampanye calon pimpinan daerah.
    2.
    Tidak ada paparan visi dan misi serta program dari para kandidat ketua DPN. Atau mungkin karena para kandidat sudah bisa mendatangkan ratusan pegawai kantornya, sehingga tidak perlu lagi repot-repot meyakinkan Anggota IAI yang akan memilihnya.
    3.
    Pelaksanaan pemilihan Ketua DPN dilakukan saat hari/jam kerja. Hal ini bisa mendorong timbulnya penyalahgunaan jabatan dan kewenangan. Para pegawai/bawahab pun tidak punya pilihan untuk hadir atau tidak hadir, jika tidak ingin dianggap mangkir. Konyolnya, kendaraan dinas kantor pun turut digunakan demi menyukseskan ambisi dan kepentingan sang pimpinan. Lebih gila lagi, untuk datang ke kongres beberapa peserta mendapat uang perjalanan dinas dari Negara. Subhanallah ! Saya yakin kalau pelaksanaan pemilihan Ketua DPN di kongres IAI kali ini dilakukan saat hari libur, hasilnya akan berbeda. Hanya mereka yang benar-bener niat sukarela tanpa paksaan lah yang akan hadir di kongres.
    4.
    Organisasi menikmati kondisi yang tidak mencerminkan "pengendalian intern" yang selama ini jadi jargon sebagian besar Akuntan. Malam ini IAI jelas meraup ratusan juta uang iuran keanggotaan. Meski sebagian diantaranya seumur-umur jadi Akuntan belum pernah tahu dimana kantor IAI. Tak peduli juga kalau uang iuran itu sepantasnya tidak diterima karena bisa "mendzalimi" kandidat yang berniat mulia ke organisasi. Organisasi seolah tutup mata, kalau uang iuran untuk melegalisir pemilih "musiman" atau malah "siluman". Pokoknya bayar, habis urusan.Yang penting duit !
    5.
    Tidak ada cek yang memadai atas kebenaran data peserta kongres. Jadi, jangan kaget andai ada cleaning service hotel yang tidak tahu apa itu akuntan, asal bisa nulis angka di kolom register, langsung bisa dapat tanda peserta kongres.
    So, kejadian di kongres IAI hari ini memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat seperti saya. Bahwa sangat tidak mudah menjalankan apa itu etika dan integritas terutama bagi diri sendiri. Akuntan boleh sangat persisten menerapkan standar profesionalisme dengan mengagung-agungkan kedua hal di atas. Plus sangat rewel soal "pengendalian intern" ke Auditeenya. Tapi, saat menyangkut kepentingan mereka sendiri, ternyata hal-hal tersebut bisa begitu saja diabaikan.
    Saya jadi salut dengan tukang ojek di ujung gang rumah. Mereka bisa lebih bijak memilih siapa yang pantas jadi pimpinan daerahnya. Tidak asal menerima order pemenangan salah satu kandidat, meski sudah terima uang transport dan kaos kampanye. Merekapun bisa kepikiran mengadu ke MK, bila hasil pemilihan ternyata tidak fair dan penuh intrik. Kebebasan dan keberanian berpikir milik tukang ojek seperti ini yang malam itu nisbi di sebagian besar akuntan peserta kongres.
    Saat kami asyik merenung..tiba-tiba plung !.Tak sengaja kartu anggota IAI teman saya seharga ratusan ribu di saku baju terjatuh ke selokan depan rumahnya. (sumber:www.ekonomi.kompasiana.com)

    Akuntan Plat Merah Pimpin DPN IAI tahun 2010-2014

    Kongres Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang dilakukan di Hotel Kempinski, Jakarta, memilih Prof. Mardiasmo sebagai Ketua Dewan Pimpinan Nasional IAI yang baru. Jabatan Mardiasmo pada saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sebelumnya profesor dari UGM ini juga pernah menjabat sebagai Dirjen Perimbangan Keuangan di Kementerian Keuangan saat dipimpin oleh Sri Mulyani. Prof. Mardiasmo, Ak, MBA, Ph.D terpilih menjadi Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) periode 2010-2014 dalam Kongres XI IAI di Jakarta, 10 Desember 2010. Dalam pemilhan itu, Mardiasmo mengalahkan 2 pesaingnya yaitu Erick dan M. Afdal Bahaudin.

    Sementara itu Ketua Dewan Pengurus IAI baru, Mardiasmo yang juga Kepala BPKP itu memaparkan beberapa tantangan dan kondisi yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Dalam memimpin IAI, Mardiasmo mengatakan dirinya ingin mendorong tata kelola perusahaan yang baik lewat pemberdayaan para akuntan.

    Mardiasmo seperti yang diberitakan detik.com mengatakan, IAI selaku organisasi profesi diharapkan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang melanda bangsa ini. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh profesi akuntan adalah berperan untuk meningkatkan kualitas `public dan corporate governance.` Mardiasmo menambahkan, gerakan penguatan `governance systems`, pemberantasan korupsi, tuntutan untuk lebih transparan dan profesional membutuhkan keterlibatan intens profesi akuntan.

    "Saya sendiri mewujudkan good governance public. Saat ini sudah banyak jumlah akuntan mulai dari akuntan pendidik sampai daerah, dan juga akuntan publik. Jika kita semua berkolaborasi, maka kita bisa berkontribusi terhadap tata kelola yang baik tersebut," tutur Mardiasmo.

    Sebagai salah satu anggota organisasi IFAC dan salah satu pendiri ASEAN Federation of Accountants, Mardiasmo optimistis IAI akan menjadi organisasi profesi yang memberi nilai tambah dan berkontribusi kepadaperekonomian nasional dan global dan meningkatkan daya saing bangsa.
    Selamat buat pak Profesor Mardiasmo, selamat bekerja, memimpin IAI memberikan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.


     

    Tuesday, December 7, 2010

    Membangun Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang Andal

    Melakukan audit terhadap satu auditee yang memiliki sistem pengendalian intern yang carut marut hampir pasti akan banyak ditemukan temuan audit. Pelaksanaan audit dalam kondisi ini bisa diibaratkan seperti menembak dengan mata tertutup atau kondisi sekitar yang gelap, namun kemanapun kita mengarahkan senapan di wilayah tersebut, tembakan kita akan selalu mengenai sasaran, dan hasilnya besar-besar lagi. 


    Itulah kondisi yang kerap ditemui oleh para auditor di lapangan saat melakukan audit di lingkungan instansi pemerintah, entah itu audit kinerja apalagi kalau audit investigasi, akan banyak ditemukan permasalahan dan besarnya temuan rupiah didapatkan. Hal ini sepertinya tidak mengherankan, karena memang efektivitas pengelolaan keuangan baik di pusat maupun daerah masih belum didukung oleh sebuah sistem pengendalian intern yang andal. Fakta telah menunjukkan kepada kita, banyak sekali kepala daerah dan menteri atau pimpinan lembaga yang terindikasi kasus-kasus korupsi bahkan sebagian telah diputuskan oleh pengadilan bahwa mereka bersalah. Lantas pertanyaannya dimanakah peran APIP dalam hal ini. 


    Sesuai dengan definisi Internal Audit maka peran APIP sebagai internal auditor di lingkungan kementerian/lembaga/pemerintah daerah adalah memerankan diri sebagai konsultan dan assurer. Namun sebagian APIP masih cenderung memerankan dirinya pada salah satu peran internal audit saja yaitu sebagai assurer dan itupun pada peran yang lebih sempit lagi yaitu hanya audit, audit dan audit. Padahal dalam kondisi sistem pengendalian intern yang belum baik ditambah minder-nya Pimpinan APIP terhadap posisi Kepala Daerah ataupun Menteri/Pimpinan Lembaga mengakibatkan hasil audit pun menjadi kurang efektif. Mungkin sering kita dengar dari banyak auditor di APIP, dimana mereka mengeluhkan pada saat melakukan penugasan audit sering tidak dapat melakukan audit dengan baik dan sesuai standar audit. Salah satu yang dikeluhkan adalah bila melakukan audit dengan baik (independen dan obyektif) nanti akan dapat banyak temuan dan pada akhirnya para auditor tersebut terancam akan dimutasi ke unit kerja di daerah pelosok oleh pimpinannya.




    Lahirnya PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah jawaban dan sekaligus langkah kongkrit dalam rangka mewujudkan sebuah sistem pengendalian yang terintegrasi di lingkungan instansi pemerintah. Sistem pengendalian intern lama yang berbasis pada hard control dalam SPIP telah dipadukan dengan aspek soft control. Dengan demikian pengendalian tidak saja dilakukan pada barang, aktivitas dan program tapi juga meliputi pengendalian pada aspek SDM sebagai penyelenggara sistem pengendalian. Aspek integritas, kepemimpinan dan SDM yang berbasis kompetensi menjadi  fokus dalam SPIP. SPIP yang meliputi 5 unsur dan 26 sub unsur merupakan aspek fundamental bagi pelaksanaan pembangunan nasional dan sebagai sarana utama mewujudkan good governance dan clean government di Indonesia.    

    Monday, December 6, 2010

    Model Kapabilitas Pengawasan Intern APIP (IA-CM)

    Sebagai bagian dari fungsi-fungsi manajemen organisasi yang meliputi fungsi Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan dan Pengendalian (POAC), pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.


    Dalam prakteknya, pelaksanaan pengawasan intern baik di APIP Kementerian/Lembaga (Pusat) maupun APIP Provinsi/Kabupaten/Kota (Daerah) berbeda-beda karena adanya perbedaan praktik, proses, dan budaya manajemen disetiap pemerintahan. Inilah yang mendorong The
    Insititute of Internal Auditor (IIA) Research Foundation mengembangkan Internal Audit Capability Model (IA-CM).


    Model Kapabilitas Pengawasan Intern atau Internal Audit Capability Model (IA-CM) adalah suatu kerangka kerja yang mengindentifikasi aspek-aspek fundamental yang dibutuhkan untuk pengawasan intern yang efektif di sektor publik. IA-CM menggambarkan jalur evolusi untuk organisasi sektor publik untuk mengikuti dalam mengembangkan pengawasan intern yang efektif untuk memenuhi persyaratan tata kelola organisasi dan harapan profesional. IA-CM menunjukkan langkah-langkah untuk maju dari tingkat pengawasan intern yang kurang kuat menuju kondisi yang kuat, efektif, kapabilitas pengawasan intern umumnya terkait dengan organisasi yang lebih matang dan kompleks.
      IA-CM merupakan :
    • Sarana Komunikasi (a communication vehicles) - dasar untuk mengkomunikasikan apa itu APIP yang efektif dan bagaimana melayani organisasi dan para pemangku kepentingan, dan sebagai alasan tentang pentingnya pengawasan intern untuk pengambil keputusan.
    • Kerangka untuk penilaian (a framework for assessment) - suatu kerangka untuk menilai kemampuan APIP dalam memenuhi standar profesional dan praktek internal audit, baik sebagai penilaian sendiri (self assessment) atau penilaian eksternal.
    • Peta jalan untuk peningkatan secara teratur (a road map for orderly improvement) - peta jalan untuk membangun kemampuan dengan menetapkan langkah-langkah organisasi yang dapat diterapkan dalam rangka membangun dan memperkuat kegiatan pengawasan intern.
    IA-CM menyediakan alat bagi organisasi sektor publik      (Kementerian/Lembaga/Pemda) yang dapat digunakan untuk:
    • Menentukan pemenuhan kegiatan pengawasan intern sesuai dengan sifat, kompleksitas, dan risiko yang terkait operasinya.
    • Menilai kapabilitas pengawasan intern yang dimiliki terhadap kapabiltas yang seharusnya dipenuhi.
    • Mengidentifikasi kesenjangan yang signifikan antara kebutuhan dan kapabilitas pengawasan intern yang dimiliki serta mengupayakan pengembangan sampai tingkat kapabilitas sesuai.
             Prinsip-prinsip yang mendasari IA-CM:
    • Pengawasan intern merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari tata kelola yang efektif di sektor publik dan membantu mencapai tujuan organisasi.
    • Tiga variabel yang harus dipertimbangkan saat menilai tingkat kapabilitas suatu APIP adalah kegiatan pengawasan intern itu sendiri, organisasi, dan lingkungan keseluruhan dimana organisasi beroperasi.
    • Sebuah organisasi memiliki kewajiban untuk menentukan tingkat kapabilitas optimal pengawasan intern untuk mendukung tata kelola yang dibutuhkan dan untuk mencapai dan mempertahankan kemampuan yang diinginkan.
    • Tidak setiap organisasi membutuhkan kapabilitas pengawasan intern maupun kecanggihan yang sama. Tingkatan (level) yang tepat harus sesuai dengan sifat dan kompleksitas organisasi dan risiko yang organisasi mungkin dihadapi. (No one size fits all).
    • Kapabilitas APIP secara langsung terkait dengan tindakan yang diambil oleh Pimpinan APIP untuk menetapkan proses dan praktek-praktek yang diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan kapabilitas audit internal dan tindakan yang diambil oleh manajemen organisasi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pengawasn intern.
    • Pengawasan intern harus diselenggarakan dengan cara yang hemat biaya.
    IA-CM dimaksudkan sebagai model universal dengan perbandingan sekitar prinsip, praktik, dan proses yang dapat diterapkan secara global untuk meningkatkan efektivitas pengawasan intern.


     

    Saturday, December 4, 2010

    Konferensi Nasional APIP Tahun 2010 : Harapan Itu Masih Ada

    Dengan mengusung tema : "Mewujudkan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif dalam rangka Meningkatkan Efisiensi dan Efektifitas Pengelolaan Keuangan Negara dan Pencegahan Korupsi" BPKP bersama-sama Kementerian PAN dan RB serta Kemendagri menggelar Konferensi Nasional APIP Tahun 2010 yang berlangsung di Kota Kembang, Bandung, pada tanggal 25 s.d 26 November 2010. Konferensi dibuka oleh Profesor Mardiasmo (Kepala BPKP), didampingi Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Kementrian PAN dan RB serta Dede Yusuf (Wakil Gubernur Jawa Barat).


    Konferensi yang dibidani oleh APIP terbesar di Indonesia, BPKP, ini merupakan sebuah jawaban dari keraguan dan pertanyaan kritis dari berbagai lapisan masyarakat atas kinerja APIP dan sumbangannya terhadap pembangunan nasional, khususnya pada kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi. Masyarakat Indonesia memang cukup dikagetkan dengan banyaknya kepala daerah yang berurusan dengan aparat penyidik karena terkait kasus-kasus TPK atas APBD yang ada dalam pengelolaannya. Di medio 2010, Mendagri, Gamawan Fauzi mengatakan tak kurang dari 150 kepala daerah diduga terlibat korupsi dan ijin pemeriksaannya telah masuk ke presiden. Masyarakat pun akhirnya bertanya dimana peran APIP daerah, Inspektorat Kabupaten/Kota dan Inspektorat Provinsi dalam pencegahan korupsi. Apa saja peran yang telah dilakukan oleh pemeriksa di inspektorat daerah dalam pengelolaan keuangan daerah dan pencegahan TPK di daerah.


    Setali tiga uang, inspektorat kementerian dan lembaga pun dipertanyakan perannya terutama kaitannya dalam hal pencegahan TPK di instansinya. Rupanya bukan hanya kepala daerah yang diduga terlibat TPK, tapi juga beberapa menteri (mantan menteri) yang harus berurusan dengan aparat penegak hukum (Polri/Jaksa/KPK) akibat terkait dengan berbagai kasus TPK di instansinya. Sehingga dari 3 komponen APIP yaitu BPKP (sebagai APIP Presiden), Inspektorat daerah dan Inspektorat Kementerian/Lembaga, hanya BPKP saja yang memiliki peran yang signifikan dalam pencegahan korupsi.


    Rasanya masyarakat sudah muak dengan prestasi miring yang hampir selalu diraih oleh Indonesia setiap tahunnya dalam meraih CPI (Indeks Persepsi Korupsi) tertinggi se-Asia Pasifik. Masyarakat perlu jawaban kongkrit dari seluruh lapisan pengelola negara termasuk dari APIP dalam menyelesaikan masalah korupsi ini. Karena korupsi adalah kejahatan besar, kejahatan kemanusiaan yang harus segera dituntaskan di negeri ini. APIP harus bersatu bersinergi dalam mencegah dan memerangi korupsi di lingkungan instansinya.


    Penyelenggaraan Konferensi Nasional APIP Tahun 2010 adalah sebuah langkah penting dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara/daerah serta pencegahan korupsi. Dengan mempertemukan 3 stakeholder utama dalam pembinaan APIP yaitu BPKP, MENPAN dan Kemendagri dan pimpinan dari berbagai APIP di seluruh Indonesia, APIP di Indonesia memulai merumuskan langkah-langkah penting dan menghadirkan solusi dalam penyelenggaraan pengawasan intern (internal audit) di Indonesia.


    Rapuhnya peran APIP khususnya di daerah dan kementerian/lembaga disebabkan lemahnya posisi APIP sebagai sub-ordinate (bawahan) dari Kepala Daerah dan Menteri/Pimpinan Lembaga. Sebuah tantangan yang sangat besar rasanya bagi APIP Daerah dan APIP Kementerian/Lembaga dalam menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan organisasinya secara independen dan obyektif akibatnya lemahnya posisi Pimpinan APIP terhadap kewenangan Kepala Daerah dan Menteri/Pimpinan Lembaga. Oleh karena itu perlu sebuah solusi yang bersifat holistik dan makro atas permasalahan ini yaitu sebuah payung hukum berupa perundang-undangan yang mengatur peran APIP dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan nasional. Dengan Konferensi Nasional APIP Tahun 2010 ini, yang dihadiri APIP se-Indonesia diharapkan menjadi pendorong bagi Presiden dan DPR untuk menerbitkan Undang-Undang Sistem Pengawasan Nasional. Karena dengan adanya payung hukum yang kuat, APIP akan semakin berdaya dalam penyelenggaraan pengawasan intern di lingkungan pemerintah, sehingga APIP akan semakin mampu untuk berperan sebagai katalisator dalam penyelenggaraan Good Governance dan Clean Government di Indonesia. Harapan itu masih ada.  

    Monday, November 29, 2010

    Jangan Menikah Dengan Auditor


    Saya menikahi wanita yang memiliki karir profesional: AUDITOR. Ya, dia adalah seorang auditor lulusan sekolah kedinasan di Jakarta. Dan coba tebak apa yang dilakukannya ...
    Dia menganggapku tidak berbakat dalam bermain dengan angka. Aku sih no problem, makanya dia yang mengurus anggaran rumah tangga. Eh, tiap akhir bulan dia bikin invoice tagihan profesional fee sama aku. Waktu kubilang kalau aku ini suaminya, bukan kliennya, dia malah minta advance payment.

    Aku heran kenapa pengeluaran terus meningkat steadily, sehingga suatu hari, aku mengintip kertas-kertas yang ada di ordner berlabel "Current File". Tak heran! Dia rupanya men charge mileage (jarak) dan overtime ke dalam anggaran rumah tangga. Dia juga menagihkan Out of Pocket Expense ke dalamnya. Dia gila, dan aku udah bilang itu ke dia. Eh, dia malah bilang, "Ya enggaklah sayang, aku kan auditor..."

    Setiap lembar kertas di rumah dicopy dan difilekan. Alasan dia, ada peraturan yang mengharuskan dia memaintain copy hasil kerjanya selama 10 tahun. Aku sungguh-sungguh khawatir...

    Dia bilang kalau dia cinta aku, dan aku bilang kalau aku cinta dia juga. Tapi tetap aja, dia tidak pernah percaya. Katanya, ada kemungkinan terjadi mis-statement. Dan dia memintaku membuat Representation Letter mengenai masalah ini... Duhhh

    Tahun lalu laporan keuangan rumah kami mendapatkan opini Qualified karena aku gak menyimpan supporting document atas expensesku.

    Awalnya aku heran, kenapa setiap akhir tahun selalu berdatangan surat-surat dari seluruh famili, kolega, termasuk warung di depan rumah. Ternyata, istriku mengirimi Confirmation Letter kepada mereka semua. Waktu aku protes, dia bilang, konfirmasi dari pihak eksternal lebih realible. Cape deh...

    Waktu istriku masak, dia sering tidak mengikuti resep. Bila resep bilang, tambahkan setengah sendok garam, atau satu sendok teh gula, atau setengah gelas air, dia selalu tidak peduli. Dia bilang kalau itu tidak material bila dibandingkan dengan seluruh menu yang disiapkan.

    Aku bilang, dia itu gila. Tapi anehnya, semua orang bilang kalau dia auditor. Di kamus, ternyata kata "auditor" bukan sinonim untuk kata "gila". Pasti kamusnya ketinggalan zaman.

    Waktu kami menikah, dia memberikan Engagement Letter padaku. Awalnya aku bilang, "Oh, makasih ya sayang ..." Ternyata setiap tahun dia memberikan surat yang sama. Katanya, standarnya mengharuskan dia melakukan itu bila ada indikasi kalau aku keliru memahami tujuan dan scope dari Engagement.
    Dia juga bilang, aku tidak bisa pisah dari dia begitu saja. Dia punya hak untuk didengar sebelum aku menunjuk orang lain. Dan dia juga menegaskan bila aku menunjuk orang lain menggantikan dia, maka harus ada komunikasi antara dia dan penggantinya, agar dia bisa menyampaikan keberatan profesionalnya. Mati kita...

    Phew ... Kadang kala, aku berpikir, kalau dia membahayakan going concernnya pernikahan ini. Duh ... Kok aku jadi kebawa-bawa dia ...

    Ku kira pernikahanku ini sudah cukup gila, tapi ternyata ada temanku yang juga kawin dengan akuntan, punya cerita yang lebih parah. Istrinya mengkapitalisasi biaya pernikahan sebagai Preliminary Expenses, dan mengamortisasinya setiap tahun. Biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum berumah tangga, juga dikapitalisasi sebagai biaya pra-pernikahan. Juga, waktu yang dihabiskannya selama pacaran sebelum menikah sedang dalam proses valuasi, untuk dimasukkan sebagai intangible assets.

    Teman-teman, berpikirlah dua kali sebelum menikahi auditor. Kalau kau sudah berpikir dua kali dan tetap memutuskan untuk menikahinya, pikirkan dua kali lagi. Kau harus mempertimbangkan besar risk sebelum memulai engagement. Duh ... Aku ternyata sudah gila.

    Aku, seorang auditee seumur hidup.